cerita ini terjadi sekitar 3 tahun yang lalu
Jumat Siang dengan cuaca cukup terik, beberapa petani mulai pulang dari kebun untuk segera bebersih diri guna menghidmatkan jumat berkah. tak terkecuali ayahku, lelaki 50 tahun yang tengah mengusap peluhnya dipenghujung topi hitam itu, badannya mengeluarkan bau sengatan matahari, ia pejuang tangguh di keluarga kami, dirumah kami yang cukup luas ini terdiri dari ayah, ibu aku dan adik, karna kakakku sudah berkeluarga dan tinggal dirumah suami.
Nampak ayah mengusap keringatnya lagi sembari segera masuk ke kamar mandi, kemudian keluar lagi dengan hanya melongokkan kepala dipinggir pintu dan meneriaki namaku beberapa kali
"rin" panggilnya
"riiinnn" beliau mulai tak sabar, aku yang sebenarnya sudah mendengar dari panggilan pertama akhirnya beranjak juga dengan malas-malasan
"dalem ayah" sahutku dari kejauhan
"jemput adiknya, udah jam pulang ini.. kasian tar nunggu, ayah mau jumatan" suaranya menyuruh sambil hilang dengan tutup pintu kamar mandi yang merapat
aku tersenyum senang,
"asiikkkk, bisa bawa motor nih ^o^)/ " ucapku girang tapi dengan suara pelan, khawatir ayah mengurungkan niatnya untuk menyuruhku menjemput adik sekolah.
aku yang berusia 18 tahun kala itu baru lulus dari SMA setempat, hal yang sangat menyenangkan bisa keluar naik motor karna memang aku baru beberapa minggu ini menggeluti dunia nyetir menyetir, hihi,
bukan apa-apa, hidup seorang cewe dengan menjadi keturunan madura bukanlah hal mudah buat semacam hangout, pacaran, naik motor layaknya cabe-cabe, pulang maghrib, atau bahkan bekerja.
aku dan sepupu sebayaku adalah generasi kedua dari keluarga rifai yang berpindah ke jawa, bukan maksutnya kloter kedua pindah, tapi maksutnya adalah keturunan kedua, keturunan pertama adalah ibuku dan saudara-saudaranya yang semua adalah laki-laki, alhasil kamilah (generasi kedua) yang bakal menciptakan perubahan adat dan pemikiran baru,
kalau difikir memang sulit, tapi ternyata semua berjalan dan berubah dengan sendirinya mengikuti arus jaman dan usia, tidak ada lagi perjodohan dan diskriminasi perempuan harus didapur, generasi kedua mulai berkembang dengan kemauan kami yang tanpa batas.
salah satunya mulai diperbolehkan belajar motor, kemudian diijinkan hangout sampai sore, berpacaran dan menentukan jodoh pilihan sendiri, kerja, hingga beli motor dan semuuaaa keindahan diluar sana,
*Fyi, dan bayangkan aku kerja keluar kota! benar-benar pengalaman yang gak terlupakan hingga kini aku diusia yang ke 21
ada banyak cerita untuk anak-anakku kelak :)
kembali ke aku yang 3 tahun yang lalu,
hmmmmm teriknya matahari benar-benar tak mengurangi kemarukanku, aku berangkat dengan semangat berasa sudah seperti remaja yang lain, berbekal handphone disaku, tak ada uang sepeserpun karna aku remaja kecil yang belum peduli dengan istilah 'uang jaga-jaga'
laju motorku santai, aku menikmati sapuan angin diwajahku, tidak sampai 15 menit aku sudah sampai didepan adikku, pipinya yang cemberut menambah kesan dekil dengan seragam biru putihnya yang mulai lusuh karna panas, ia cemburu melihatku yang mengolok2nya
"mana ayah?" tanyanya
"mandi, mo jumatan, yeye aku boleh naek motor :p" ejekku
"huh!" sewotnya
kami memulai perjalanan pulang yang singkat dengan olok-olokkan ringan, yaahh sama seperti kakak adik diluar sana.. kebanyakan :D
baru 5 menit perjalanan, aku mengerem pelan motorku, sebuah mobil avanza merah marun terparkir di rerumputan bahu jalan yang sepi, si supir laki-laki sekitar usia 45 tahun nampak sendiri dan melambaikan tangannya kearah kami, ia berkemeja rapi, ketika aku mendekat dan hendak menanyakan perihal tangan berkerutnya yang melambai, ia membuka kacamatanya dan tersenyum ramah,
"ada apa om?"
"dik, tau coban pelangi gak?" tanyanya dengan senyum yang terus terkembang
"tau om" jawabku, adikku tetap duduk di motor yang berjarak sekitar 10 langkah didepan
"dimana itu dik?"
"ohh, jalan lurus aja om, ikuti jalan raya tanpa belok dah.. tar sampai kok di coban pelangi" terangku seadanya
"wah, khawatir nyasar dik, bisa bantu anter?" pintanya, aku berfikir dan menoleh keadikku yang matanya sudah melotot karna aku tak kunjung kembali
"ga bakal nyasar om, lurus aja gak pake belok" kelitku
"ayolah dik, anter bentar, om penasaran sama coban pelangi, om jauh-jauh masak gak kasian.."
"iya deh om kami antar"
"naik mobil om aja ya dik?" tawarnya,
tapi aku yang udah kepalang maruk motor gini mana bisa nerima ajakan bapak-bapak tak dikenal ini? meskipun orangnya bawa pajero pun aku gak bakal tergoda, kecuali nih bapak bawa ferrari ato lambo boleh-boleh aja aku ngalah gak nyetir motor,
"ega usah om, kami bawa motor aja"
"biar enak dik ngejelasin tempatnya, nanti om juga mau tanya-tanya masalah coban pelangi" paksanya
"iyaaa deh iyaa om, kalo gitu aku duluan ya om, om nyusul aja dibelakang" terimaku.
si om berkumis tipis itu tersenyum mengiyakan.
aku kembali ke motor dengan berfikir ragu, kabur kemana nih, tuh bapak-bapak asing bisa aja nyulik aku ma adekku di jumat yang sepi karna para laki-laki pada jumatan. adekku bertanya sambil merengut
"lama amat sih, sapa tuh orang kumisan?"
"udaaahhh, ngikut aja, pegangan! gua mau kabur" aku memulai dengan laju agak cepat, otakku terus berfikir mesti sembunyi kemana ini, mobil merah marun itu tepat dibelakang seperti tak memberi kami kesempatan buat ngecoh.
adikku mulai panik melihat tingkahku yang aneh, akhirnya aku mulai tenang melihat mobil bapak itu tidak lagi berada dibelakang tepat, karna aku yang baru bisa motoran ini tidak berani ngebut-ngebut apalagi dengan membonceng adikku yang tubuhnya saja lebih gemuk dariku (silahkan dibayangin)
aku tidak berhenti didepan rumahku, melainkan didepan rumah pamanku, mobil merah marun itu melewati kami dengan membunyikan klaksonnya, aku mengangguk pelan
adikku kusuruh menaruh tasnya tanpa ganti baju, ia menurut setelah ku pelototi untuk diam,
"haduh ngapain sih mbak! aku tuh laper" dengusnya
"udah ngikut aja, aku pingin motoran" jawabku sekenanya
"kalo gitu aku aja yang nyetir"
"udah naik belakang" seruku,
ia menurut dan duduk manis diboncenganku, aku melaju perlahan.
tak beberapa jauh, di perbatasan desaku dengan desa sebelah, lagi lagi ditempat yang sepi mobil merah marun itu terparkir khusyuk di rerumputan bahu jalan, dengan mesin yang masih menyala.
aku melewatinya dengan tanpa menurunkan kecepatan motorku yang emang yaaaa gak begitu cepat, hehe
ia melihat kami dan mengekor dibelakang dengan kecepatan sedang, mungkin ia gondok karna katanya mau naik mobil eh kami malah ngluyur sendiri seperti tak menggubrisnya.
sisa perjalanan aku usahakan buat menikmati, adikku dibelakang mulai diam dan menikmati udara segar pula, ia seperti sudah melupakan laparnya, udara panas berganti menjadi sejuk setelah memasuki kawasan rest area gubuklakah, aku tetap melaju tanpa memerdulikan om-om asing yang kadang menghilang dikelokan karna jarak dengan kami yang jauh,
sesampainya didepan area coban pelangi aku bersyukur, ternyata meskipun hari jumat tempat ini tetap ramai, tidak hanya perempuan saja, tapi laki-laki.. yang entah berkunjung, mampir ngopi dari bromo, tukang parkir, orang pulang dari kebun, tukang jaja cilok, bakso dan lainnya.
aku menghentikan motorku diparkiran depan, didekat warung yang ditunggu oleh ibu-ibu setengah baya, tidak lama avanza merah marun itupun tiba, ia memelankan laju dan kemudian baru berhenti ketika melihat kami, aku hampir berjalan kearahnya tapi bajuku ditarik adikku
"udahhh, ngapain sih, ayo pulang ajaaaaa" larangnya
"bentaran doannggg"
"kalo gotu aku ikut" seretnya
aku tak keberatan, aku mendekati mobil dan bapak itu membuka kaca depannya
"udah sampe om" ucapku membuka percakapan
"rame ya dik" ucapnya sambil tengok kanan kiri tanpa membuka kacamata hitamnya
"iyalah om, kalo sepi di gunung mah"
"ayo kesitu lo dik, ketimur dikit ada pancuran, ayo kita disitu bertiga" ajaknya,
aku diam beberapa saat, anjrit nih orang beneran nipu! faham pancuran (semacam pipa pengairan di timur coban pelangi yang rusak, pipa yang bocor itu mengakibatkan pancuran air besar tiada henti, sampai saat ini tetap ada dan tak sedikit orang mampir disana ketika akan/dari coban pelangi dan bromo, didekat pancuran itu terdapat lahan kosong disamping jalan yang biasa dibuat berhenti mobil) tapi minta anter ke coban pelangi??!!
aku tersadar dari bengong singkatku dan mulai mundur selangkah
"lah itu om tau pancuran, brarti gak perlu dianter lagi ya" mata bulatku menatapnya tajam
"oh anu gak tau dik, cuma pernah denger aja, nan-nanti kalo kesasar gimana?" ia panik salah ucap
"kami pulang dulu om, assalamualaikum." ucapku pedas tanpa nada ramah seperti tadi, kutarik adikku yang berdiri melongo tanpa tahu apa sebenarnya yang kami bahas, aku pulang dengan melupakan wajah tua berkacamata itu, aku melaju dengan senyum, ah aku memang tidak pintar menilai orang, selalu dari dulu tertipu oleh senyuman, ntah oleh teman dan sahabat yang cuma butuhnya doang, sekarang bahkan tertipu oleh senyum ramah orang asing!
sesampainya dirumah, berbarengan dengan para laki-laki yang pulang dari masjid, bathinku berbisik
'ah gak semua orang jahat kok, mereka yang bersarung dan menenteng sajadah ini buktinya... indah banget :) mereka bersih, mereka wangi dan mereka melangkah tanpa tipu daya'
uniknya, sampai sekarang aku masih tidak jago menilai orang, aku masih tetap tertawa untuk mereka yang ternyata dibelakangku membicarakan kejelekanku
dan aku masih membaiki mereka yang hanya mendekat padaku dikala susah saja,
tak apa.. aku ingin tetap seperti ini, karna tanpa menilai orang lain "aku tenang" :)
Jumat Siang dengan cuaca cukup terik, beberapa petani mulai pulang dari kebun untuk segera bebersih diri guna menghidmatkan jumat berkah. tak terkecuali ayahku, lelaki 50 tahun yang tengah mengusap peluhnya dipenghujung topi hitam itu, badannya mengeluarkan bau sengatan matahari, ia pejuang tangguh di keluarga kami, dirumah kami yang cukup luas ini terdiri dari ayah, ibu aku dan adik, karna kakakku sudah berkeluarga dan tinggal dirumah suami.
Nampak ayah mengusap keringatnya lagi sembari segera masuk ke kamar mandi, kemudian keluar lagi dengan hanya melongokkan kepala dipinggir pintu dan meneriaki namaku beberapa kali
"rin" panggilnya
"riiinnn" beliau mulai tak sabar, aku yang sebenarnya sudah mendengar dari panggilan pertama akhirnya beranjak juga dengan malas-malasan
"dalem ayah" sahutku dari kejauhan
"jemput adiknya, udah jam pulang ini.. kasian tar nunggu, ayah mau jumatan" suaranya menyuruh sambil hilang dengan tutup pintu kamar mandi yang merapat
aku tersenyum senang,
"asiikkkk, bisa bawa motor nih ^o^)/ " ucapku girang tapi dengan suara pelan, khawatir ayah mengurungkan niatnya untuk menyuruhku menjemput adik sekolah.
aku yang berusia 18 tahun kala itu baru lulus dari SMA setempat, hal yang sangat menyenangkan bisa keluar naik motor karna memang aku baru beberapa minggu ini menggeluti dunia nyetir menyetir, hihi,
bukan apa-apa, hidup seorang cewe dengan menjadi keturunan madura bukanlah hal mudah buat semacam hangout, pacaran, naik motor layaknya cabe-cabe, pulang maghrib, atau bahkan bekerja.
aku dan sepupu sebayaku adalah generasi kedua dari keluarga rifai yang berpindah ke jawa, bukan maksutnya kloter kedua pindah, tapi maksutnya adalah keturunan kedua, keturunan pertama adalah ibuku dan saudara-saudaranya yang semua adalah laki-laki, alhasil kamilah (generasi kedua) yang bakal menciptakan perubahan adat dan pemikiran baru,
kalau difikir memang sulit, tapi ternyata semua berjalan dan berubah dengan sendirinya mengikuti arus jaman dan usia, tidak ada lagi perjodohan dan diskriminasi perempuan harus didapur, generasi kedua mulai berkembang dengan kemauan kami yang tanpa batas.
salah satunya mulai diperbolehkan belajar motor, kemudian diijinkan hangout sampai sore, berpacaran dan menentukan jodoh pilihan sendiri, kerja, hingga beli motor dan semuuaaa keindahan diluar sana,
*Fyi, dan bayangkan aku kerja keluar kota! benar-benar pengalaman yang gak terlupakan hingga kini aku diusia yang ke 21
ada banyak cerita untuk anak-anakku kelak :)
kembali ke aku yang 3 tahun yang lalu,
hmmmmm teriknya matahari benar-benar tak mengurangi kemarukanku, aku berangkat dengan semangat berasa sudah seperti remaja yang lain, berbekal handphone disaku, tak ada uang sepeserpun karna aku remaja kecil yang belum peduli dengan istilah 'uang jaga-jaga'
laju motorku santai, aku menikmati sapuan angin diwajahku, tidak sampai 15 menit aku sudah sampai didepan adikku, pipinya yang cemberut menambah kesan dekil dengan seragam biru putihnya yang mulai lusuh karna panas, ia cemburu melihatku yang mengolok2nya
"mana ayah?" tanyanya
"mandi, mo jumatan, yeye aku boleh naek motor :p" ejekku
"huh!" sewotnya
kami memulai perjalanan pulang yang singkat dengan olok-olokkan ringan, yaahh sama seperti kakak adik diluar sana.. kebanyakan :D
baru 5 menit perjalanan, aku mengerem pelan motorku, sebuah mobil avanza merah marun terparkir di rerumputan bahu jalan yang sepi, si supir laki-laki sekitar usia 45 tahun nampak sendiri dan melambaikan tangannya kearah kami, ia berkemeja rapi, ketika aku mendekat dan hendak menanyakan perihal tangan berkerutnya yang melambai, ia membuka kacamatanya dan tersenyum ramah,
"ada apa om?"
"dik, tau coban pelangi gak?" tanyanya dengan senyum yang terus terkembang
"tau om" jawabku, adikku tetap duduk di motor yang berjarak sekitar 10 langkah didepan
"dimana itu dik?"
"ohh, jalan lurus aja om, ikuti jalan raya tanpa belok dah.. tar sampai kok di coban pelangi" terangku seadanya
"wah, khawatir nyasar dik, bisa bantu anter?" pintanya, aku berfikir dan menoleh keadikku yang matanya sudah melotot karna aku tak kunjung kembali
"ga bakal nyasar om, lurus aja gak pake belok" kelitku
"ayolah dik, anter bentar, om penasaran sama coban pelangi, om jauh-jauh masak gak kasian.."
"iya deh om kami antar"
"naik mobil om aja ya dik?" tawarnya,
tapi aku yang udah kepalang maruk motor gini mana bisa nerima ajakan bapak-bapak tak dikenal ini? meskipun orangnya bawa pajero pun aku gak bakal tergoda, kecuali nih bapak bawa ferrari ato lambo boleh-boleh aja aku ngalah gak nyetir motor,
"ega usah om, kami bawa motor aja"
"biar enak dik ngejelasin tempatnya, nanti om juga mau tanya-tanya masalah coban pelangi" paksanya
"iyaaa deh iyaa om, kalo gitu aku duluan ya om, om nyusul aja dibelakang" terimaku.
si om berkumis tipis itu tersenyum mengiyakan.
aku kembali ke motor dengan berfikir ragu, kabur kemana nih, tuh bapak-bapak asing bisa aja nyulik aku ma adekku di jumat yang sepi karna para laki-laki pada jumatan. adekku bertanya sambil merengut
"lama amat sih, sapa tuh orang kumisan?"
"udaaahhh, ngikut aja, pegangan! gua mau kabur" aku memulai dengan laju agak cepat, otakku terus berfikir mesti sembunyi kemana ini, mobil merah marun itu tepat dibelakang seperti tak memberi kami kesempatan buat ngecoh.
adikku mulai panik melihat tingkahku yang aneh, akhirnya aku mulai tenang melihat mobil bapak itu tidak lagi berada dibelakang tepat, karna aku yang baru bisa motoran ini tidak berani ngebut-ngebut apalagi dengan membonceng adikku yang tubuhnya saja lebih gemuk dariku (silahkan dibayangin)
aku tidak berhenti didepan rumahku, melainkan didepan rumah pamanku, mobil merah marun itu melewati kami dengan membunyikan klaksonnya, aku mengangguk pelan
adikku kusuruh menaruh tasnya tanpa ganti baju, ia menurut setelah ku pelototi untuk diam,
"haduh ngapain sih mbak! aku tuh laper" dengusnya
"udah ngikut aja, aku pingin motoran" jawabku sekenanya
"kalo gitu aku aja yang nyetir"
"udah naik belakang" seruku,
ia menurut dan duduk manis diboncenganku, aku melaju perlahan.
tak beberapa jauh, di perbatasan desaku dengan desa sebelah, lagi lagi ditempat yang sepi mobil merah marun itu terparkir khusyuk di rerumputan bahu jalan, dengan mesin yang masih menyala.
aku melewatinya dengan tanpa menurunkan kecepatan motorku yang emang yaaaa gak begitu cepat, hehe
ia melihat kami dan mengekor dibelakang dengan kecepatan sedang, mungkin ia gondok karna katanya mau naik mobil eh kami malah ngluyur sendiri seperti tak menggubrisnya.
sisa perjalanan aku usahakan buat menikmati, adikku dibelakang mulai diam dan menikmati udara segar pula, ia seperti sudah melupakan laparnya, udara panas berganti menjadi sejuk setelah memasuki kawasan rest area gubuklakah, aku tetap melaju tanpa memerdulikan om-om asing yang kadang menghilang dikelokan karna jarak dengan kami yang jauh,
sesampainya didepan area coban pelangi aku bersyukur, ternyata meskipun hari jumat tempat ini tetap ramai, tidak hanya perempuan saja, tapi laki-laki.. yang entah berkunjung, mampir ngopi dari bromo, tukang parkir, orang pulang dari kebun, tukang jaja cilok, bakso dan lainnya.
aku menghentikan motorku diparkiran depan, didekat warung yang ditunggu oleh ibu-ibu setengah baya, tidak lama avanza merah marun itupun tiba, ia memelankan laju dan kemudian baru berhenti ketika melihat kami, aku hampir berjalan kearahnya tapi bajuku ditarik adikku
"udahhh, ngapain sih, ayo pulang ajaaaaa" larangnya
"bentaran doannggg"
"kalo gotu aku ikut" seretnya
aku tak keberatan, aku mendekati mobil dan bapak itu membuka kaca depannya
"udah sampe om" ucapku membuka percakapan
"rame ya dik" ucapnya sambil tengok kanan kiri tanpa membuka kacamata hitamnya
"iyalah om, kalo sepi di gunung mah"
"ayo kesitu lo dik, ketimur dikit ada pancuran, ayo kita disitu bertiga" ajaknya,
aku diam beberapa saat, anjrit nih orang beneran nipu! faham pancuran (semacam pipa pengairan di timur coban pelangi yang rusak, pipa yang bocor itu mengakibatkan pancuran air besar tiada henti, sampai saat ini tetap ada dan tak sedikit orang mampir disana ketika akan/dari coban pelangi dan bromo, didekat pancuran itu terdapat lahan kosong disamping jalan yang biasa dibuat berhenti mobil) tapi minta anter ke coban pelangi??!!
aku tersadar dari bengong singkatku dan mulai mundur selangkah
"lah itu om tau pancuran, brarti gak perlu dianter lagi ya" mata bulatku menatapnya tajam
"oh anu gak tau dik, cuma pernah denger aja, nan-nanti kalo kesasar gimana?" ia panik salah ucap
"kami pulang dulu om, assalamualaikum." ucapku pedas tanpa nada ramah seperti tadi, kutarik adikku yang berdiri melongo tanpa tahu apa sebenarnya yang kami bahas, aku pulang dengan melupakan wajah tua berkacamata itu, aku melaju dengan senyum, ah aku memang tidak pintar menilai orang, selalu dari dulu tertipu oleh senyuman, ntah oleh teman dan sahabat yang cuma butuhnya doang, sekarang bahkan tertipu oleh senyum ramah orang asing!
sesampainya dirumah, berbarengan dengan para laki-laki yang pulang dari masjid, bathinku berbisik
'ah gak semua orang jahat kok, mereka yang bersarung dan menenteng sajadah ini buktinya... indah banget :) mereka bersih, mereka wangi dan mereka melangkah tanpa tipu daya'
uniknya, sampai sekarang aku masih tidak jago menilai orang, aku masih tetap tertawa untuk mereka yang ternyata dibelakangku membicarakan kejelekanku
dan aku masih membaiki mereka yang hanya mendekat padaku dikala susah saja,
tak apa.. aku ingin tetap seperti ini, karna tanpa menilai orang lain "aku tenang" :)